"Kesaktian tokoh agama & Penebusan dosa melalui berdana"

SD (Sharing Dharma)

Namo Sakyamuni Buddhaya

Namo Amitabha Tathagataya

Pertanyaan:

Amithofo Sami, ada teman saya yang kebetulan baru bertemu seorang tokoh agama yang mengaku ber"kemampuan khusus", dan ia menyatakan teman saya punya banyak tumpukan dosa, sehingga akan mengalami berbagai kecelakaan. Ia juga menyarankan agar dapat berdana dengan membuat rupang Bodhisattva untuk diletakkan di viharanya, sehingga dapat terus didoakan dan mencuci dosanya.

Namun, yang menyebabkan kebingungan teman saya adalah, mengapa tokoh agama itu menetapkan nominal dana yang terasa sangat besar? dan ketika teman saya bertanya, beliau hanya menyatakan, harus percaya tanpa keraguan, baru dosanya bisa terhapus.

Tapi kalau dipikirkan, beliau mengajarkan doa Buddhis yang sudah umum dikenal juga, dan beberapa konsepnya terkadang sesuai dengan Buddha Dharma, sehingga karena pengetahuan masih terbatas, kami bingung untuk memilah-milah pernyataannya. Bagaimana pendapat sami?

Jawab:

Salam hangat sahabat,

Buddha menyatakan bahwa ajaranNya adalah bersifat Ehipassiko, yang artinya Datang, dan Lihatlah (buktikanlah).

Hyang Guru Buddha Sakyamuni yang merupakan Makhluk Paling Sempurna di segenap semesta, guru para dewa dan manusia, dengan 32 Maha Purisa Laksana dan 18 kualitas sempurna saja, menekankan pentingnya manusia untuk tidak menerima sesuatu hanya berdasar "figur" sumber informasi, melainkan menelaahnya terlebih dahulu. Padahal bila dipahami, kata-kata Hyang Guru Buddha sendiri sudah pasti benar (tidak mungkin berbohong karena keterbebasanNya dari kepentingan pribadi dan tidak akan berbicara atas ketidaktahuan dikarenakan kesempurnaan pengetahuanNya)

Sehingga, penelaahan ajaran, terutama Ajaran Buddha berdasar itikad baik adalah sesuatu yang bhkan DIWAJIBKAN bagi umat Buddha, karena, tujuan Hyang Guru Buddha Sakyamuni adalah pen-cerdas-an semua makhluk, bukannya pemotongan kreativitas berpikir kita, atau bahkan menyuruh kita percaya begitu saja.

Upaya sahabat mempertanyakan masalah ini saja, sudah sesuai dengan pesan utama Hyang Guru Buddha Sakyamuni. Sahabat merasa adanya kejanggalan dari ia yang mengaku sebagai "wakil" atau "murid" dari Hyang Guru Buddha Sakyamuni, sehingga mempertanyakan ini untuk mencari informasi pembanding, yang tentu saja, tulisan singkat melalui media sosial ini juga perlu sahabat telaah secara logis “apakah berbasis pada Ajaran Hyang Buddha Sakyamuni dalam sutra-sutra”.

Baiklah, kepada pertanyaan sahabat:

1. Mengenai tokoh agama yang mengaku ber"kemampuan khusus".

Apabila ia yang menyatakannya sendiri, terlepas dari benar tidaknya, bila dimaksudkan untuk popularitas, penarikan umat dan dana, sudah melanggar peraturan yang ditetapkan Hyang Guru Buddha Sakyamuni, terkait penunjukkan kesaktian guna menarik umat. Bahkan ini dapat menyebabkan pelaku dikeluarkan dari komunitas Sangha.

Darimanakah peraturan ini berasal? Tentunya sami jauh dari kapasitas untuk menyampaikan pendapat pribadi, sahabat, sami hanya dapat sedikit berusaha membantu menyambungkan pertanyaan sahabat pada apa yang sudah Hyang Guru Buddha Sakyamuni ajarkan. Sehingga, bukanlah sami yang menjawab, melainkan cuplikan sutralah yang memimbing sahabat menemukan jawaban yang pada dasarnya sudah ada pada nurani terdalammu..

"Kisah tentang Yang Arya Pindola Bharadvaja" Ketika Yang Arya Pindola Bharadvaja mempertunjukkan kesaktianNya dengan terbang mengambil mangkuk cendana sayembara dari seorang kaya di Rajagaha yang menyatakan tidak ada lagi orang suci di dunia, Hyang Guru Buddha Sakyamuni menegur beliau dan melarang semua muridNya untuk melakukan hal demikian. Bahkan, mangkuk cendana yang sangat mahal tersebut dihancurkan menjadi bubuk sebagai tanda keseriusan peraturan ini.

Dalam Sutra Kelenyapan Dharma dan FoShuo TaSheng JinGangJing Lun, dalam menjawab pertanyaan Manjusri Bodhisattva, Hyang Guru Buddha Sakyamuni menyatakan bahwa Mara Boxun akan memasuki komunitas Sangha, dengan jubah Sangha menyebarkan berbagai ajaran menyimpang yang mirip dengan Buddha Dharma, memukau umat manusia dengan berbagai kegaiban yang mempesona. (inilah salah satu penyebab mengapa Hyang Guru Buddha Sakyamuni menggariskan peraturan bahwa siswa sejatiNya tidak boleh mempertunjukkan kesaktian, apalagi menyatakan di depan umum)

Sami secara pribadi ingat dengan salah satu pesan dari seorg anggota sangha dari luar negeri: "Umat Buddha di Indonesia cukup memprihatinkan, banyak "figur" terutama dari luar negeri yang mengaku memahami Dharma, memperalat mereka. Ini disebabkan, kekurangan materi Sutra dalam bahasa Indonesia, sehingga mereka hanya mendengar kata-kata "figur" begitu saja dan percaya, sungguh disayangkan."

Dengan memahami ini, tentunya kita sadar, bahwa, kita tidak boleh menyebarkan keburukan empat golongan (bhiksu, bhiksuni, upasaka, upasika), melainkan, ketika kita bertemu dengan orang yang sedemikian, kita perlu mulai menjaga diri dan mengambil langkah mundur teratur karena sudah paham bahwa, siswa Hyang Guru Buddha Sakyamuni yang sejati, akan mengetahui dan menjunjung tinggi peraturan ini.

Dengan demikian, kesimpulan tindakan dapat sahabat ambil berdasar penelaahan sahabat sendiri.

2. Menyikapi pernyataan sahabat tentang "tapi kalau dipikirkan, beliau mengajarkan doa Buddhis yang sudah umum dikenal juga, dan beberapa konsepnya terkadang sesuai dengan Buddha Dharma, sehingga karena pengetahuan masih terbatas, kami bingung untuk memilah-milah pernyataannya."

Secara kebetulan, membuat sami teringat pada satu bacaan di salah satu sutra karena sangat senada: dalam Maha Ratnakuta Sutra, Hyang Guru Buddha Sakyamuni menyatakan pada Yang Arya Maha Kasyapa, tentang bagaimana Komunitas sangha pada masa kelenyapan Dharma (mulai sejak 500 tahun setelah Hyang Guru Buddha Sakyamuni Parinirvana) akan dipenuhi mereka yang menekankan kepentingan materi, menggunakan Buddha Dharma dengan motivasi terselubung untuk kepentingan diri sendiri, sehingga sulit disadari umat yang belum memahami Buddha Dharma.

Memahami ini, tentu saja keraguan yang terlintas dalam benak sahabat, bukan sesuatu yang tanpa dasar dan tanpa alasan. Sekitar 2500 tahun yang lalu Hyang Guru Buddha telah mengetahui bahwa ini semua akan terjadi dan sangat sesuai dengan apa yang telah anda nyatakan baru saja.

Memang pada zaman kelenyapan Dharma ini, antara emas (Dharma Sejati) dan kuningan (dharma palsu) hanya bisa dibedakan mereka yang memegang alat panduan penakar emas (Sutra-sutra Buddhis).

Dengan memahami ini, tentunya kita sadar, bahwa, kita tidak boleh menyebarkan keburukan empat golongan (bhiksu, bhiksuni, upasaka, upasika), melainkan, ketika kita bertemu dengan orang yang sedemikian, kita perlu mulai menjaga diri dan mengambil langkah mundur teratur karena sudah paham bahwa, siswa Hyang Guru Buddha Sakyamuni yang sejati, akan mengetahui dan menjunjung tinggi kesederhaan dan senantiasa berhati-hati agar tidak melanggar peringatan hyang Guru Buddha Sakyamuni ini.

Dengan demikian, kesimpulan tindakan dapat sahabat ambil berdasar penelaahan sahabat sendiri.

3. Tumpukan karma buruk, pertobatan.

Secara sederhana, sahabat bebas melakukan perbuatan baik apapun untuk melunasi karma buruk sahabat. Dana terbesar ditentukan pada ketulusan dan perendahan hati ketika berdana, sahabat.

Buah dari dana ditentukan bukan oleh nominal, dapat kita temukan dalam cerita tentang seorang nenek pengemis yang menjual rambutnya demi mempersembahkan beberapa tetes minyak untuk pelita kecil di sisi Hyang Guru Buddha Sakyamuni. Ketika badai bertiup, semua pelita besar dari raja, terpadamkan, tersisa pelita kecil itu yang menyala..

(sebagai informasi, penggunaan dalih "berdana" dengan nominal tertentu memang sudah umum digunakan oknum berkedok agama sejak zaman purba, semoga kita dapat terbebas dari pandangan salah seperti itu agar tidak terugikan, dimana Hyang Guru Buddha Sakyamuni justru mengajarkan sangat banyak cara untuk mengikis karma buruk seberat apapun)

Sehingga tentunya
Pertobatan dapat dilakukan dengan membaca "Sutra 88 Buddha, Maha Karuna Dharani --> penjelasan lebih lanjut di Nilakantha Sutra"

Dengan memahami ini, tentunya kita sadar, bahwa, kita tidak boleh menyebarkan keburukan empat golongan (bhiksu, bhiksuni, upasaka, upasika), melainkan, ketika kita bertemu dengan orang yang tidak menyesuaikan dirinya dengan sabda Hyang Guru Buddha Sakyamuni, kita perlu mulai menjaga diri dan mengambil langkah mundur teratur karena sudah paham bahwa, siswa Hyang Guru Buddha Sakyamuni yang sejati, akan mengetahui dan menjunjung tinggi kesederhaan dan senantiasa berhati-hati agar tidak melanggar peringatan hyang Guru Buddha Sakyamuni ini, tentang kekuatan berdana yang sesungguhnya bukan terletak pada besar kecil dana.

Serta, kekuatan pertobatan dari Nilakantha Sutra, yang DAPAT JUGA DIBACA SENDIRI, tanpa harus melalui, kembali lagi, seorang "figur" yang dianggap ber"kemampuan khusus". Untuk keterangan tentang Maha Karuna Dharani, dapat juga dgn mencari video Maha Karuna Dharani with Indonesian Text. Bila sahabat dapat senantiasa merenungkan kewelasasihan para Buddha Bodhisattva dan meneladani mereka, niscaya segala karma buruk dapat terkikis dengan signifikan. Video ini mungkin juga sahabat rekomendasikan pada sahabat seDharma lainnya yang membutuhkan inspirasi tambahan dalam mempelajari Buddha Dharma.

http://www.youtube.com/watch?v=xaaQLhCcXEk

Setelah menonton video yang berbasis pada Nilakantha Sutra yang diajarkan oleh Hyang Guru Buddha Sakyamuni ini, mungkin sahabat baru akan dapat merasakan keindahan kelembutan Buddha Dharma yang tidak ditunggangi kepentingan pribadi, Buddha Dharma yang sesungguhnya bercita rasa ketulusan.

Dengan demikian, kesimpulan tindakan dapat sahabat ambil berdasar penelaahan sahabat sendiri.

Semoga sedikit ulasan singkat dari penghubungan masalah yang sedang sahabat hadapi dengan sutra dari Hyang Guru Buddha Sakyamuni, dapat memberikan sedikit semangat dan membantu meringankan kebingungan sahabat.

Dan semoga saja sahabat semakin bergiat dalam mendalami keindahan Buddha Dharma yang sesungguhnya dan memetik manfaat tak terkira dari ajaran Hyang Guru Buddha.

Sami mohon maaf atas segala keterbatasan sami dalam merapikan penyampaian yang diketik terburu-buru ini yah.

Salam hangat sahabat.

Semoga senantiasa berbahagia agar dapat selalu menebarkan kebahagiaan pada semua makhluk.

Amithofo

__/\__

Salam Mudita

SV.06.2013


Apa itu Jhana? Bagaimana mencapainya?

 

 

Namo Sakyamuni Buddhaya

Namo Amitabha Tathagataya

 

Amithofo Sami, Apa itu Jhana? Bagaimana mencapai Jhana?

 

Salam hangat sahabat,

Mengenai jhana,

 

欲捕浊水鱼,

乱抓不省功,

智者手泡水,

鱼撞在抓它。

 

“Bagai ingin menangkap ikan dalam wadah dengan air berlumpur,

Upaya menangkap dalam kekeruhan sangatlah melelahkan.

Seorang bijak hanya akan dengan waspada merendam tangannya di bawah air keruh,

Menanti ikanlah yang menabrak tangannya.”

 

Dengan memahami ini, kita dapat mempelajari bahwa, Jhana yang dikatakan sebagai tingkat pencapaian dalam meditasi sebenarnya justru tidak dapat dicapai, melainkan hanya mungkin tercapai.

Kata “dicapai”, berarti usaha yang dilakukan terwarnai kemelekatan dan nafsu keinginan, menekankan hasil.

Kata “tercapai”, berarti usaha yang dilakukan berdasarkan keikhlasan dan kestabilan batin, menekankan proses.

 

Dalam perumpamaan ikan dan wadah air berlumpur,

Bila sibuk mengejar ikan dalam wadah tersebut, justru kondisi akan semakin keruh dan menghabiskan banyak tenaga tanpa hasil.

Bila bersabar dan dengan tenang merendam tangan dalam air, menunggu dalam kewaspadaan, ketika ikan menyentuh tangan, segera menangkapnya dengan cekatan, akan jauh lebih menghemat tenaga, dan justru membuahkan hasil.

 

Sehingga, dengan demikian, terpahami bahwa, pengendapan lumpur adalah bagian yang sangat penting dalam tercapainya “tujuan” meditasi.

 

Ada yang bertanya pada sami, mengapa banyak yang belajar meditasi tidak dapat memperoleh “hasil”?

Banyak penyebab yang terlihat berbeda namun sebenarnya  bersumber sama, lumpur batin.

 

Sehingga, dengan demikian, terpahami bahwa, pengendapan lumpur adalah bagian yang sangat penting dalam tercapainya “tujuan” meditasi.

 

Apa saja yang dapat mengendapkan lumpur batin?

Apakah Samantha saja cukup? Seperti yang diajarkan Hyang Guru Buddha Sakyamuni, tiga langkah menuju kebijaksanaan adalah Sila, Samadhi, dan Prajna.

Dengan demikian, terpahami bahwa, upaya terpenting pertama dalam pengendapan lumpur batin, adalah menjaga sila.

 

Semakin sila terjaga dan termurnikan, semakin batin terjaga dan termurnikan.

Semakin halus sila dijaga, semakin halus batin terkonsentrasi.

 

Sila adalah pengendap lumpur-lumpur kasar dalam batin,

Samantha adalah pengendap lumpur-lumpur halus dalam batin,

Vipassana adalah kelanjutan upaya setelah batin terjernihkan.

Ketika upaya dilanjutkan tanpa henti, tanpa ketergesa-gesaan,

Jhana terbit sealami fajar menyingsing di ufuk timur.

 

Semoga senantiasa berbahagia sehingga dapat senantiasa menebarkan bibit kebahagiaan pada semua makhluk

Amithofo

__/\__

Salam Mudita

SV.10.06.2013


Mari Ber"Mudita" bersama Mudita Center

IMG_8398

Berbuat baik harus rutin dan terus menerus dilakukan, harus sering disadari, harus dijalani, dan disemangati.
Sedangkan perbuatan jahat melalui ucapan, perbuatan dan pikiran, tak terasa terus menerus mengalir tanpa disadari. Untuk mengubah kebiasaan buruk menjadi baik itu memang membutuh perjuangan ekstra keras.
Lucunya semua orang ingin hidup bahagia, hidup damai, hidup tenang, hidup penuh berkah, rejeki ngalir terus, usaha maju, prestasi bagus, padahal itu semua kan akibat dari tanaman pohon kebajikan yang ditanamnya, banyak maunya malas menanamnya.
dipikirnya semua berkah yang datang itu mengalir dengan sendirinya, atau rejeki sudah diatur dari langit. padahal yang turun membasahi bumi itu air hujan, nga pernah turun hujan duit dari langit. kalau turun uang logam bisa pada hancur semuanya kali yah?
Para Devata, Malaikat, Bodhisattva, hanyalah mampu memberkati, memberikan kondisi agar bibit kebajikan yang di tanam itu tumbuh subur, menjadi pohon kebajikan bebas dari hama dan gangguan, agar buahnya bisa lebat-lebat semua pada waktunya berbuah. Diri sendirilah yang harus menanamnya. sedangkan bibit-bibit kebajikan itu seperti benalu yang tumbuh subur, menghisap nilai-nilai baik yang ada dalam pohon kebajikan, mengkerdilkan tanaman kebajikan di ladang hati kita. Tugas kita adalah Mencabut semua bibit-bibit jahat yang tidak sengaja tertanam, menjaga bibit-bibit kebajikan yang ada.
Ini adalah tugas manusia yang harus menjadi pengarap bagi lahan perbuatannya sendiri, Jangan lempar tanggung jawab pada orang lain atau mahluk lain. Bertanggung jawablah pada perbuatan kita sendiri.

Jangan tunggu ada masalah baru sibuk mencari solusi dan jalan keluarnya, belajarlah Dharma yang mampu menuntun kita menghadapi hidup yang memang tidak pernah pasti ini, sehingga tidak libung dalam berjalan, tidak patah arang dalam menghadapi semua rintangan dan buah karma buruk yang datang menghantam kita.
Mudita Center selalu terbuka bagi kita semua untuk maju bersama belajar Dharma dan bersama melangkah dalam Jalan Buddha Dharma. Hidup Senang Mati pun Tenang.

Semoga Semua Mahluk Berbahagia.
Amitofo. Salam Mudita
Mudita Center


Lukisan Pasir Hyang Buddha Sakyamuni

Saddharma Pundarika Sutra:

 

"Bahkan anak-anak yang pada saat bermain,

Yang baik dengan rerumputan, kayu maupun pena,

ataupun dengan kuku jari,

telah menggambar lukisan Buddha.

Orang-orang ini semua

sedikit demi sedikit mengumpulkan pahala

Dan menyempurnakan jiwa welas asih yang agung.

Semuanya telah mencapai Jalan Kebuddhaan (telah memasuki Jalan menuju keBuddhaan, pasti menjadi Buddhahttps://www.facebook.com/photo.php?v=10151646531779911&set=vb.830944910&type=2&theater)


Bagaimana Seharusnya Bermeditasi?

meditasi

Namo Sakyamuni Buddhaya

Namo Amitabha Tathagataya

 

Namo Amitabha, sami,

bolehkah saya bertanya apa itu meditasi? Bagaimana seharusnya bermeditasi?

 

Salam hangat sahabat,

Meditasi secara sederhana dapat dibagi menjadi dua,, yaitu:

Samatha (penenangan batin), dan Vipassana (pandangan terang)

 

“Batin bagaikan wadah berisi air berlumpur.

Harapan adalah mengambil jarum dari dalamnya,

Endapkanlah lumpur terlebih dahulu,

Jarum akan terlihat jelas di balik air yang jernih perlahan-lahan.

 

Samantha adalah penenangan batin agar lumpur mengendap,

Vipassana adalah mengamati dengan jelas setiap situasi dalam wadah setelah lumpur mengendap.

 

Samantha tanpa Vipassana akan menyebabkan stagnansi batin,

Vipassana tanpa samantha akan menyebabkan ketegangan batin.

 

Bagaikan kedua ujung dari sebatang tongkat,

Bila tongkat diangkat cukup tinggi pada satu sisi,

sisi lain dengan sangat alami, akan juga terangkat.

Demikianlah,

Samantha yang dipraktekkan dengan benar akan menuju pada Vipassana,

Vipassana yang dipraktekkan dengan benar akan terawali dengan Samantha.”

 

Bila bertanya tentang objek meditasi yang disarankan, biasanya sami diajarkan untuk berfokus pada:

Metta bhavana (cinta kasih) atau Buddhanussati (perenungan pada keagungan Hyang Guru Buddha) sebagai Samantha bhavana, pengendapan lumpur batin; baru kemudian melalui Anapanasati (pengamatan nafas) memasuki proses Vipassana.

 

Semoga senantiasa berbahagia sehingga dapat senantiasa menebarkan bibit kebahagiaan pada semua makhluk

Amithofo

__/\__

Salam Mudita

SV.10.06.2013


Apakah boleh membuka Cakra?

chakra

Namo Sakyamuni Buddhaya

Namo Amitabha Tathagataya

 

Salam hangat sahabat, ada pertanyaan:

  1. Apakah boleh membuka cakra?

 

Mengenai membuka cakra, pembukaan cakra ada baiknya kita pahami dengan baik agar tidak mendatangkan efek buruk laten yang akan sangat merugikan kita di balik iming-iming indah yang dikumandangkan di awal.

 

Cakra, tidak dapat dibuka dari luar tubuh, kunci pembuka cakra tersimpan dalam batin setiap kita. Seperti halnya pintu, hanya dapat dibuka dengan kunci Sang Tuan Rumah dari dalam. Bila meminta orang lain yang membuka, mereka yang tidak mungkin memiliki kunci Sang Tuan Rumah, mustahil bisa membuka pintu tersebut selain dengan cara membongkarnya paksa, yang mana berarti....merusaknya.

Demikianlah yang terjadi ketika kita membiarkan pihak luar yang membuka cakra kita.

 

Perumpamaan lainnya adalah,

“Bagai telur yang utuh sempurna,

Bila terpecah dari luar, merupakan perlambang kematian.

Bila terpecah dari dalam, merupakan awal kehidupan baru.

 

Bagai bunga yang indah,

Bila termekarkan dari dalam, indah sempurna.

Bila dipaksa mekar dari luar, tidak tak tercacatkan.”

 

Dengan memahami ini sahabat, kita akan menyadari satu hal:

“Keindahan sejati memerlukan proses, yang memantapkan keindahannya.

Keindahan semu yang instan, tidak akan bertahan lama.”

Sehingga adalah sangat bijaksana bila kita mulai melepaskan konsep untuk mengizinkan cakra dibuka secara instan oleh orang lain, tanpa peduli setinggi apapun pengakuannya tentang pencapaiannya pribadi, sebab setiap makhluk memiliki sidik energinya sendiri-sendiri.

 

Lalu, bagaimanakah membuka cakra?

Sebenarnya, bila sudah memahami tentang apa itu cakra dan aura, kita akan memahami bahwa cara membuka cakra adalah dengan menyingkirkan kotoran yang menyumbat cakra (cakra sebenarnya sudah terbuka sedari awal, hanya tersumbat saja), yaitu: keserakahan, kebencian, dan ketidaktahuan (ketidak mengertian hukum semesta, melekati pandangan salah)

 

Sangat ingin membuka cakra, juga merupakan salah satu penghambat perkembangan cakra sebab cakra hanya dapat terbuka, tidak dapat dibuka.

Kata “dibuka”, berarti usaha yang dilakukan terwarnai kemelekatan dan nafsu keinginan, menekankan hasil.

Kata “terbuka”, berarti usaha yang dilakukan berdasarkan keikhlasan dan kestabilan batin, menekankan proses.

 

Maka dari itu, marilah kita berkonsentrasi pada proses ketimbang hasil. Dengan demikian, kita akan terbebaskan dari ketergesaan dan kelelahan batin selama berusaha, yang mana justru akan mempercepat tercapainya hasil yang menggembirakan.

 

“Sebagaimana bunga tidak dapat dimekarkan tanpa cacat dari luar,

Demikianlah Cakra tidak dapat dimekarkan tanpa cela dari luar.

Sebagaimana bunga dapat didukung dengan air dan pupuk untuk berkembang,

Demikianlah Cakra dapat didukung dengan kasih dan kebijaksanaan untuk berkembang.”

 

Dengan memahami ini sahabat, kita akan mengetahui bahwa, cinta kasih adalah pembuka cakra, dan kebijaksanaan adalah penjaga kestabilannya. Cakra terbuka ketika kita mulai membuka aliran cinta kasih di hati yang sempit ini kepada lingkungan, semakin luas keterbukaan kasihmu, semakin luas pula keterbukaan cakra. Kebijaksanaan adalah kesadaran agung yang mengarahkan  kita, memberanikan kita, menginspirasi kita untuk mengasihi dengan cara yang tepat.

 

Demikianlah, sahabat, semoga kita dapat berkonsentrasi lebih kepada mmpelajari seni mengasihi dengan baik dan tepat sesuai Kebijaksanaan Agung. Yang melaluinya, akan terperoleh berbagai kebahagiaan nyata dalam kehidupan, selain tentunya keindahan cakra dan aura yang merupakan pemandangan di tepi jalan menuju tujuan semata.

 

Salam hangat sahabat

Semoga senantiasa berbahagia sehingga dapat senantiasa menebarkan bibit kebahagiaan pada semua makhluk

Amithofo

__/\__

Salam Mudita

SV.10.06.2013


Kasih Sejati yang Membisukan

Namo Sakyamuni Buddhaya

Namo Amitabha Tathagataya

Salam hangat sahabat,

Mereka yang telah mempraktekkan Kasih Sejati akan kehabisan kemampuan untuk membahasakan keindahannya..

Inilah yang dimaksud dengan, para pengecap kebenaran sejati sering kali kehilangan kemampuan untuk membahasakan Kebenaran yang kesempurnaannya melampaui segala tata bahasa.

Hanya para makhluk yang benar2 bertujuan menolong semua makhluk yang tetap mengembangkan kemampuan Pembahasaan Kebijaksanaan (agar dapat menunjukkan jalan bagi semua makhluk) walau sebenarnya mereka telah paham bahwa sebenarnya tidak ada yang perlu dibahasakan, mereka disebut Bodhi (kesadaran agung) Sattva (makhluk), makhluk yang menuju, yang mengarah pada Kesadaran Agung.

Semoga senantiasa berbahagia sehingga dapat selalu menebarkan bibit kebahagiaan pada semua makhluk

Amithofo

__/\__

Salam Mudita

SV.10.06.2013


Diskusi Singkat Sutra Intan, Apakah "makhluk hidup" itu ada?

Namo Sakyamuni Buddhaya

Namo Amitabha Tathagataya

 

Salam hangat sahabat,

Dikatakan makhluk hidup, padahal sebenarnya tidak ada makhluk, yang ada hanya makhluk.

 

Maksudnya adalah:

apa yang disebut makhluk hidup, pada dasarnya tidak lebih dari gabungan gugus tak hidup yang saling melengkapi dalam upayanya untuk mencapai tingkat keseimbangan alam.

Namun, agar dapat dipahami lawan bicara, kita tetap gunakan istilah "Makhluk".

 

 

dengan memahami ini sahabat, maka:

Ketika engkau "berhasil" "menjadi" Buddha,
engkau "otomatis" berhasil menyelamatkan semua makhluk.

Mengapa?
Karena sebenarnya tiada makhluk, yang ada hanya kristalisasi ilusi makhluk yang terefleksikan dalam bayang-bayang batin.
Sadar sepenuhnya, terbebas dari ilusi, tidak akan lagi terikat oleh ilusi apapun, termasuk ilusi ke-"diri"an makhluk

Jadi tujuan kita adalah, menjadi Buddha.

 

Semoga senantiasa berbahagia sehingga dapat selalu menebarkan bibit kebahagiaan pada semua makhluk

Amithofo

__/\__

Salam Mudita

SV.10.06.2013


Zen, Apa itu kebijaksanaan?

stacked_zen_stones_by_sudolaw-d33hied

Namo Sakyamuni Buddhaya

Namo Amitabha Tathagataya

Salam hangat sahabat,

 

Diskusi Zen:

 

A: Apakah kebijaksanaan itu ada?

B: Kebijaksanaan itu tidak ada

A: Jadi, apa yang ada?

B: ...Kebijaksanaan.

 

Maksud:

Ketika penanya pertama bertanya tentang “Kebijaksanaan”, yang ia maksudkan adalah, ingin menanyakan tentang Kebijaksanaan Absolut melalui kata “kebijaksanaan”.

Memahami konsep salah yang diyakini sang penanya, sang penjawab menjawab, kebijaksanaan itu tidak ada.

Maksudnya adalah, Kebijaksanaan Tertinggi tidak akan dapat diwakili label dan kata-kata manapun. Melainkan harus di cicip, sebab Kebijaksanaan tertinggi, saking terhubungnya dengan segala aspek, menyebabkannya tidak mungkin lagi dapat dijelaskan melalui kata-kata semata.

Mengapa? Sebab, kata-kata adalah tidak mampu menyampaikan makna secara menyeluruh, dan makna yang ditangkap akan terdistorsi (terlencengkan) sesuai kapasitas persepsi masing-masing pendengarnya.

 

Contoh: ketika mendengar kata “manis”, bukankah sahabat langsung merasa “paham” apa itu “manis”? dan bahkan mungkin sahabat dapat memvisualisasikan rasa “manis” di ujung lidah anda?

Namun, apakah kata “Manis” ini mampu menggambarkan makna sesungguhnya dari sang penyampai pesan?

Manis dari gula dan madu, apakah sama? Tidak bukan?

Ketika kita rincikan lagi, “manis dari gula”.

Manis dari gula batu, gula aren, gula semut, apakah sama? Tidak bukan?

Sehingga terpaksa dirincikan lagi, “manis dari gula aren”

Manis dari gula aren yang tumbuh di Indonesia, Brazil, apakah sama? Tidak bukan? Dan seterusnya....

Sehingga, dengan memahami ini, mereka yang sudah mencapai tataran kesadaraan global, akan tercekat ketika ditanya tentang apa itu kebijaksanaan. Terkecuali mereka yang telah menyempurnakan Upaya Kausalyanya, akan mencapai kemampuan Patisambhida, yaitu kemampuan membahasakan kebijaksanaan, kemampu mengajar Dharma sesuai akar kebajikan masing-masing makhluk hidup, sehingga mereka yang telah mencapai tingkat kesempurnaan seperti itu digelari, Guru para Dewa dan Manusia, Junjungan Semesta, Buddha.

 

Dilanjutkan lagi, ketika ditanya, jadi, apa yang ada? Maksud sang penanya adalah, bila “engkau menyatakan tidak ada sesuatu yang dinamakan “kebijaksanaan”, maka, apakah “objek” yang kuinginkan itu?

Sang penjawab terdiam sejenak dan menjawab... Kebijaksanaan.

 

Sekilas kita akan melihat diskusi ini sepertinya berputar-putar. Namun, sebenarnya dalam diskusi Zen, yang lebih penting dari apa yang terlihat dan terdengar adalah kondisi “behind the scene”, apa yang melatar belakangi jawaban dan pertanyaan mereka masing-masing.

 

Dari dua kalimat terakhir tersebut, sang penjawab menyadari bahwa sang penanya masih melekati konsep bahwa “kebijaksanaan” adalah sesuatu yang dapat dipahami melalui kata-kata semata. Sehingga, ia sebenarnya menunjukkan ke-ngotot-annya dalam menginginkan label atas “objek” yang dituju olehnya, yang diharapkan olehnya untuk dibahas rinci.

 

Sang penjawabpun, setelah merenungi, pada akhirnya menemukan bahwa, label yang paling cocok digunakan untuk menyampaikan keutuhan makna, kedalaman makna Kebijaksanaan Mutlak, walaupun menjadikannya tidak sempurna lagi, adalah kata “kebijaksanaan”.

 

Diskusi Zen semacam ini, ditujukan untuk membantu kita benar-benar “think out of the box”, sebagaimana biasanya kita diajarkan untuk melekati kata-kata sebagai kebenaran, di sini kita diajarkan bahwa kesadaran, kebijaksanaan, praktek, dan segala aspek kehidupan perlu tersarikan dalam kata-kata. Sebab tanpa semua aspek tadi, kata-kata tak lebih dari sekadar label kosong.

 

Sebagai contohnya, dahulu uang kertas merupakan jaminan keberadaan dan hak kepemilikan emas di lembaga penyimpanan. Namun, seiring berjalannya waktu, ketika terjadi penyimpangan, uang kertas dicetak terus menerus tanpa jaminan emas yang memadai lagi, inilah yang menyebabkan berbagai krisis telah dan akan terjadi.

 

Mungkin sahabat akan bertanya, untuk apa kita memahami hal semacam ini?

Dengan menyadari kerapuhan dan kehampaan kata-kata, kita akan mulai bertanya-tanya, bagaimana agar kata-kataku menjadi bermakna dan bernilai?

Adalah dengan menyarikan, dengan mengisi setiap kata dengan praktek, rasa, dan kekuatan.

Dari mana sumber perasaan dan kekuatan tertinggi?

Dari batin yang murni.

Jadi, agar kata-kata kita menjadi bermakna, kita akan mulai memurnikan batin.

Bagaimana memurnikan Batin? Dengan menjaga Sila
Ini menyebabkan, semua kata-kata kita berkekuatan, karena kita tidak lagi menyatakan kata-kata yang kosong (dusta, umpatan, keluh kesah).

Ketika kata-kata kita berkekuatan karena dilatar belakangi makna yang mendalam,

Kita akan mencapai kesadaran yang sama dengan sang penjawab di atas.

Mengapa?

Sebab, penggunaan label kebijaksanaan antara sang penanya dan sang penjawab adalah berbeda.

“Rasa/feel” yang muncul ketika sang penanya dan penjawab menatakan “kebijaksanaan” adalah berbeda.

 

Sebagai perumpamaan bantuan agar dapat lebih memahami lagi,

Kita bahas “batu”.

 

Ketika kita melihat sebongkah batu di pinggir sungai, kita mungkin akan menyatakan “batu”, selesai. Tidak ada rasa apa-apa dan bahkan mungkin hanya rasa bosan dan peremehan semata.

 

Namun, ketika yang bijak melihat batu, ia akan langsung melihat bahwa batu itu, terbentuk dari gabungan endapan sungai selama jutaan tahun, yang sebelumnya merupakan muntahan lahar di perut bumi, dan bercampur dengan udara, sehingga di dalamnya terkandung atom-atom berbeda yang tak terhitung jumlahnya. Bahkan beberapa unsur di dalamnya telah ada sebelum ras manusia ada. Sehingga ada pula pecahan partikel yang berasal dari leluhur-leluhur bangsaku sekarang, manusia. Dalam atom-atom tersebut ada pula yang merupakan partikel kecil yang dilontarkan oleh gugus bintang di galaksi lain, setelah melalui perjalanan berapa juta tahun cahaya, akhirnya perjalanannya berhenti sementara di hadapanku, ditepi sungai yang damai ini.

 

Setelah mengalami perenungan yang sangat mendalam ini, terbit rasa syukur, hormat, dan kebahagiaan luar biasa dari dalam dirinya, dan ia katakan.....

batu.

 

Semoga senantiasa berbahagia sehingga dapat selalu menebarkan bibit kebahagiaan pada semua makhluk

Amithofo

__/\__

Salam Mudita

SV.10.06.2013


Diskusi Singkat Pengentas Kegalauan Seputar Takdir dan Nasib

Namo Sakyamuni Buddhaya

Namo Amitabha Tathagataya

Salam hangat sahabat,

 

Berikut diskusi singkat:

 

A: Apakah takdir, nasib dan karma? apakah dapat diubah, atau telah tertentukan?

B: Takdir dan nasib adalah kesalahpahaman atas karma

A: Jadi, apa takdir dan nasib ada?

B: ketika kita menganggap yang tidak ada sebagai ada, maka itu disebut salah paham. Jadi, apakah takdir dan nasib ada?

A: Tidak.

B: Lalu, apa yang ada?

A: Karma

B: Jadi, apa yang "mengatur" segala sesuatu?

A; Karma

B: Apakah karma dapat diubah?

A: dapat

B: Apakah segala sesuatu dapat diubah?

A: dapat.

 

B: ada pertanyaan lagi?

 

Semoga senantiasa berbahagia sehingga dapat selalu menebarkan bibit kebahagiaan pada semua makhluk

Amithofo

__/\__

Salam Mudita

SV.10.06.2013


Maaf dan Terimakasih

Namo Sakyamuni Buddhaya

Namo Amitabha Tathagataya

 

Salam hangat sahabat,

Mungkin ini syair yang baik senantiasa direnungkan untuk mengiringi perjalanan kehidupan kita:

 

Thanks for all good deeds I'd accepted from others..
Thanks for all good experiences I'd accepted from others..
Sorry for all bad deeds I'd done to others..
Sorry for all good deeds I hadn't done for others..

From now on, I must show "thank and sorry" from every step in my new path,
every breath in my new environment.

Path of Enlightment, Air of freedom.
Thanks for all, sorry to all..

 

 

Terimakasih untuk segala kebajikan yang telah kuterima dari semua makhluk,

Terimakasih untuk segala pengalaman yang telah kuterima dari semua makhluk,

Maaf untuk semua kesalahan yang telah kulakukan pada semua makhluk,

Maaf untuk semua kebajikan yang belum kulakukan pada semua makhluk,

 

Mulai saat ini, saya sudah seharusnya merenungkan keseimbangan rasa “Maaf dan Terimakasih” dalam setiap langkah kehidupan yang terbarui tiap saat, setiap nafas dalam kehidupan yang terbarukan tiap waktu.

 

Jalan Pencerahan, Bercitarasa Udara Kebebasan

Terimakasih untuk semua, maaf kepada semua..

 

Semoga senantiasa berbahagia sehingga dapat selalu menebarkan bibit kebahagiaan pada semua makhluk

Amithofo

__/\__

Salam Mudita

SV.10.06.2013

 

 


Sunyata

When we're clinging on "external and internal", there's will never be freedom.

Selama kita masih melekati pemisahan luar dan dalam, aku dan bukan aku, tidak akan ada kebebasan

 

There's no Path in Enlightment.
There's no Freedom in new environment.

Sebenarnya tidak ada jalan dalam Pencerahan Tertinggi,

Tidak ada kebebasan dalam lingkungan baru. (Pencerahan tidak terjadi di tempat berbeda, melainkan dapat terjadi pada kondisi kesadaran yang berbeda, walau tetap di sini, sekarang juga.)